Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa perjalanan haji mengandung risiko berupa kecelakaan atau
kematian dan untuk meringankan beban risiko tersebut perlu adanya asuransi;
|
|
|
b.
|
bahwa asuransi haji sudah termasuk dalam komponen biaya perjalanan
ibadah haji (BPIH) yang dibayar oleh calon jamaah haji melalui Departemen
Agama RI;
|
|
|
c.
|
bahwa setiap calon jamaah haji mengharapkan semua proses
pelaksanaan ibadah haji termasuk asuransinya sesuai dengan syariah agar
mendapatkan haji mabrur;
|
|
|
d.
|
bahwa penyelenggaraan asuransi konvensional dinilai bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah, maka asuransi yang digunakan harus sesuai
dengan syariah;
|
|
|
e.
|
bahwa
oleh karena itu, dipandang perlu menetapkan fatwa tentang Asuransi Haji.
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Firman Allah
tentang perintah mempersiapkan hari depan:
|
|
|
|
يَآأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَاقَدَّمَتْ لِغَدٍ،
وَاتَّقُوا اللّهَ، إِنَّ اللّهَ خَبِيْرٌ بِمَاتَعْمَلُوْنَ (الحشر: 18).
|
|
|
|
“Hai orang yang
beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Hasyr
[59]: 18).
|
|
|
2.
|
Firman
Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam amal kebajikan,
antara lain :
|
|
|
|
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (المائدة: 2).
|
|
|
|
“Dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. al-Maidah [5]: 2)
|
|
|
3.
|
Firman Allah
tentang prinsip-prinsip bermu’amalah, baik yang harus dilaksanakan maupun
dihindarkan, antara lain:
|
|
|
|
يَآ أَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ
أُحِلَّتْ
لَكُمْ بَهِيْمَةُ اْلأَنْعَامِ إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّى
الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ، إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ (المائدة: 1)
|
|
|
|
“Hai orang-orang
yang beriman tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali
yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. al-Maidah [5]: 1)
|
|
|
4.
|
Firman Allah,
QS. an-Nisa [4]: 58
|
|
|
|
إِنَّ اللَّهَ
يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ
بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ (النساء: 58)
|
|
|
|
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan
apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil…”
|
|
|
5.
|
Firman Allah,
QS. al-Maidah [5]: 90
|
|
|
|
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ
رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
(المائدة: 90)
|
|
|
|
“Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.”
|
|
|
6.
|
Firman Allah,
QS. al-Baqarah [2]: 275
|
|
|
|
وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا (البقرة: 275)
|
|
|
|
“Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.”
|
|
|
7.
|
Firman Allah,
QS. al-Baqarah [2]: 279
|
|
|
|
وَإِنْ تُبْتُمْ
فَلَكُمْ رُءُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ
|
|
|
|
“Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
|
|
|
8.
|
Firman Allah,
QS. an-Nisa [4]: 29
|
|
|
|
يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ...
|
|
|
|
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa
perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian..”
|
|
|
10.
|
Hadis
Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah:
|
|
|
|
حَجٌّ
مَبْرُوْرٌ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ (متفق عليه)
|
|
|
|
“Tiada balasan bagi haji yang mabrur kecuali surga.”
|
|
|
11.
|
Hadis-hadis Nabi
shallallahu alaihi wasallam tentang beberapa prinsip bermu’amalah, antara
lain:
|
|
|
|
مَنْ فَرَّجَ عَنْ
مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ
كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ
فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ (رواه مسلم).
|
|
|
|
“Barang siapa melepaskan
dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan
darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia
(suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
|
|
|
|
اَلْمُؤْمِنُ
لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا (رواه مسلم عن أبي موسى)
|
|
|
|
“Seorang mu’min dengan
mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang
lain” (HR Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari)
|
|
|
|
وَالْمُسْلِمُونَ
عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
(رواه الترمذي عن عمرو بن عوف)
|
|
|
|
“Kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. al-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
|
|
|
|
نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (رواه
مسلم والترمذي والنسائي وأبو داود وابن ماجة عن أَبِي هُرَيْرَةَ)
|
|
|
|
“Rasulullah SAW melarang
jual beli yang mengandung gharar” (HR. Muslim, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Abu
Daud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
|
|
|
|
إِنَّ
خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً (رواه البخاري)
|
|
|
|
“Orang yang terbaik di
antara kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayaran hutangnya” (HR.
Bukhari dari Abu Rafi’).
|
|
|
|
لاَضَرَرَ
وَلاَضِرَارَ (رواه ابن ماجة عن عبادة بن الصامت، وأحمد عن ابن عباس، ومالك عن
يحي)
|
|
|
|
“Tidak boleh membahayakan
orang lain dan menolak bahaya dengan bahaya yang lain” (Hadis Nabi riwayat
Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik
dari Yahya).
|
|
|
12.
|
Kaidah fiqh yang
menegaskan:
|
|
|
|
1- اْلأَصْلُ فِى
الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
|
|
|
|
“Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan
sampai ada dalil yang mengharamkannya.” (As-Suyuthi,
Al-Asybah wan Nadzair, 60)
|
|
|
|
2- اَلْحَاجَةُ
قَدْ تَنْزِلُ مَنْزَلَةَ الضَّرُوْرَةِ
|
|
|
|
“Keperluan dapat menduduki posisi
darurat.” (As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, 63)
|
|
|
|
3- اَلضَّرَرُ
يُدْفَعُ بِقَدْرِ اْلإِمْكَانِ.
|
|
|
|
“Segala madharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin.” (As-Suyuthi,
Al-Asybah wan Nadzair, 62)
|
|
|
|
4- اَلضَّرَرُ
يُزَالُ.
|
|
|
|
“Segala madharat (bahaya) harus dihilangkan.” (As-Suyuthi,
Al-Asybah wan Nadzair, 60)
|
|
|
|
5- تَصَرُّفُ
اْلإِمَامِ عَلىَ الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
|
|
|
|
“Tindakan Imam [pemegang otoritas] terhadap
rakyat harus mengikuti mashlahat.” (As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, 121)
|
Memperhatikan
|
:
|
1
|
Pendapat
para ulama tentang bolehnya asuransi syari’ah:
|
|
|
|
لا
شكَّ فى جوازِ التَأْمِيْنِ التعاونيِّ فى الإسلامِ لأنه يدخلُ فى عُقودِ
التبرُّعاتِ, ومن قبيلِ التعاونِ على البِرِّ لأنَّ كلَّ مشترِكٍ يدفعُ اشتراكَه
بطيِّبِ نفسٍ لتخفيفِ آثارِ المخاطرِ و ترمِيمِ الأضرارِ التي تصيبُ أحدَ
المشتركَينِ
|
|
|
|
Tidak diragukan lagi bahwa asuransi
ta’awuni (tolong-menolong) dibolehkan dalam syariat Islam, karena hal itu termasuk
akad Tabarru’
dan sebagai bentuk tolong-menolong dalam kebaikan karena setiap peserta
membayar kepesertaaannya (preminya) secara sukarela untuk meringankan dampak
risiko dan memulihkan kerugian yang dialami salah seorang peserta asuransi. [Wahbah
Al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami, cet. IV tahun 1997, juz V/3416]
|
|
|
|
أنَّ
أساسَ المنعِ فى التأمينِ هو اشتمالُه على الغَرَرِ الذى نَهى الشارعُ عنه، و
نهيُ الشارعِ عن الغررِ ينطبقُ على العقُودِ التى يُقصد بها المعاوضةُ.
|
|
|
|
Asas pelarangan dalam
asuransi (konvensional) adalah karena ia mengandung (unsur) gharar yang
dilarang oleh syariat. Larangan syariah terhadap gharar yang dimaksud disini
adalah pada akad-akad pertukaran
(mu’awadhah). [Husain Hamid Hasan, Hukmu
al-Syari’ah al-Islamiyyah fi ‘Uquud al-Ta’miin, Darul I’tisham, 1976]
|
|
|
2.
|
Substansi fatwa DSN nomor
21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syar’iah.
|
|
|
3.
|
Undang-undang nomor 17 tahun 1999 tentang
Penyelengga-raan Ibadah Haji dan pasal 7 Keppres nomor 55 tahun 2002.
|
|
|
4.
|
Surat dari AJB Bumiputera 1912 No.277/Dir/BS/X/2002
tertanggal 16 Oktober 2002 perihal permohonan fatwa Asuransi Haji.
|
|
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN
|
Menetapkan
|
:
|
|
FATWA TENTANG ASURANSI HAJI
|
Pertama
|
:
|
|
Ketentuan Umum
|
|
|
1.
|
Asuransi Haji yang tidak dibenarkan menurut syariah
adalah asuransi yang menggunakan sistem konvensional.
|
|
|
2.
|
Asuransi Haji yang dibenarkan menurut syariah adalah
asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
|
|
|
3.
|
Asuransi Haji yang berdasarkan prinsip syariah bersifat
ta’awuni (tolong menolong) antar sesama jama’ah haji.
|
|
|
4.
|
Akad asuransi haji adalah akad Tabarru’
(hibah) yang bertujuan untuk menolong sesama jama’ah haji yang terkena
musibah. Akad dilakukan antara jama’ah haji sebagai pemberi tabarru’
dengan Asuransi Syariah yang bertindak
sebagai pengelola dana hibah.
|
Kedua
|
:
|
|
Ketentuan Khusus
|
|
|
1.
|
Menteri Agama bertindak sebagai pemegang polis induk
dari seluruh jama’ah haji dan bertanggung jawab atas pelaksana-an ibadah haji,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
|
|
|
2.
|
Jama’ah haji berkewajiban membayar premi sebagai dana tabarru’
yang merupakan bagian dari komponen Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
|
|
|
3.
|
Premi asuransi haji yang diterima
oleh asuransi syariah harus dipisahkan dari premi-premi asuransi lainnya.
|
|
|
4.
|
Asuransi syariah dapat menginvestasikan dana tabarru’
sesuai dengan Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syar’iah, dan hasil investasi ditambahkan ke dalam dana tabarru’.
|
|
|
5.
|
Asuransi Syariah berhak memperoleh ujrah (fee)
atas pengelolaan dana tabarru’ yang besarnya ditentukan sesuai dengan
prinsip adil dan wajar.
|
|
|
6.
|
Asuransi Syariah berkewajiban membayar klaim kepada
jama’ah haji sebagai peserta asuransi berdasarkan akad yang disepakati pada
awal perjanjian.
|
|
|
7.
|
Surplus Operasional adalah hak jama’ah haji yang
pengelolaannya diamanatkan kepada Menteri Agama sebagai pemegang polis induk
untuk kemaslahatan umat.
|
Ketiga
|
:
|
|
Penyelesaian Perselisihan
|
|
|
|
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dapat
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah yang berkedudukan di Indonesia
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
|
Keempat
|
:
|
|
Penutup
|
|
|
|
Fatwa
ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.
|