BAB PUASA
Puasa merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu. Puasa merupakan salah satu rukun islam. BAagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipat gandaan pahala kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan. Dengan puasa syahwat yang bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya.
Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan tidaka ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani tetapi juga dalam segi lahiri.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan puasa?
2. Apa saja syarat wajib dan syarat sahnya dari puasa ?
3. Apakah rukun-rukun dalam puasa itu ?
4. Apa sajakah hikmah dari puasa itu ?
5. Apa manfaat puasa bagi kesehatan?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa mampu memahami pengertian puasa.
2 Agar mahasiswa mampu mengetahui syarat wajib dan syarat sahnya puasa.
3. Agar mahasiswa mampu mengetahui rukun puasa.
4. Agar mahasiswa mampu memahami hikmah puasa.
5. Agar mahasiswa mengetahui manfaat puasa bagi kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puasa
Saumu (puasa) menurut bahasa Arab adalah “menahan diri dari segala sesuatu”, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah agama Islam yaitu suatu amal-amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam matahari disertai dengan niat. [1]
Firman Allah SWT :
الْفَجْرِ مِنَ الْأَسْوَدِ الْخَيْطِ مِنَ الْأَبْيَضُ الْخَيْطُ لَكُمُ يَتَبَيَّنَ حَتَّىٰوَاشْرَبُوا وَكُلُوا
Artinya: “Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS. Al-Baqarah: 187)
2.2 Syarat Wajib dan Sahnya Puasa
A. Syarat wajib puasa
a. Berakal
Orang gila tidak wajib berpuasa
b. Baligh
Orang yang sudah berusia 15 tahun keatas atau telah ada tanda-tanda baligh yang lain. Anak-anak tidak wajib puasa.
c. Kuat berpuasa
Orang yang tidak kuat untuk mengerjakan puasa, misalnya sakit atau sudah berusia sangat lanjut, maka tidak wajib puasa.
Firman Allah SWT:
الْعُسْرَ كُمُ بِ يُرِيدُ وَلَالْيُسْرَ بِكُمُ للَّهُ يُرِيدُ أُخَرَ أَيَّامٍ مِنْ فَعِدَّةٌ سَفَرٍ عَلَىٰ أَوْ مَرِيضًا كَانَ وَمَنْ
Artinya: Barang siapa sakit atau sedang dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
B. Syarat-syarat sahnya puasa
a. Beragama islam. Orang yang bukan beragama Islam tidak sah puasa.
b. Mumayiz (dapat membedakan yang baik dengan yang tidak baik).
c. Suci dari haid dan nifas. Wanita yang sedang haid dan nifas tidak sah jika mereka berpuasa, tetapi wajib qadha pada waktu lain, sebanyak bilangan hari yang ia tinggalkan.
d. Tidak di dalam hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, yaitu di luar bulan Ramadhan.[2]
2.3 Fardu (Rukun) Puasa dan Sunah Puasa
a. Rukun Puasa
1. Niat itu bersumber dari dalam lubuk hati orang yang akan berpuasa. Niat adalah keinginan dalam hati untuk berpuasa karena ingin menjalankan perintah Allah SWT dan mendekat kepada-Nya. Niat puasa ialah malam puasa. Yang dimaksud malam puasa ialah malam yang sebelumnya.
[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Agensindo,2012), hal 220
[2] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Agensindo,2012), hal 227-228
2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dari mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. [3]
b. Sunah Puasa
1. Menyegerakan berbuka apabila telah dan yakin bahwa matahari sudah terbenam.
2. Berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis, atau dengan ait.
3. Berdoa sewaktu berbuka puasa.
4. Makan sahur sesudah tengah malam, dengan maksud supaya menambah kekuatan ketika puasa.
5. Menta’khirkan makan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum fajar.
6. Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang puasa.
7. Hendaklah memperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa.[4]
2.4 Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seseorang. Hal-hal tersebut wajib diketahui oleh setiap muslim, karena dengan mengetahuinya mereka dapat menghindarinya dan mengamankan puasanya dari hal-hal yang merusaknya. Di antara hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bersetubuh dengan sengaja. Ia membatalkan puasa dan bagi yang melakukan persetubuhan, wajib mengqadanya dan membayar kifarah,
b. menurut semua ulama mazhab. Membayar kifarah adalah memerdekakan budak/membebaskan budak dan bila tidak mendapatkannya, maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Dan jika ia tidak mampu, maka dia harus memberi makan kepada enam puluh orang fakir miskin.
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Agensindo,2012), hal 229
[4] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Agensindo,2012), hal 238-239
Kifarah boleh dipilih menurut Imamiyah dan Maliki. Maksudnya seorang mukallaf diperbolehkan memilih salah satu dari memerdekakan budak atau memberi makan. Tetapi menurut Syafi’i dan Hambali serta Hanafi harus secara tertib. Maksudnya, pertama harus memerdekakan budak, bila tidak mampu hendaklah berpuasa, bila tidak mampu juga hendaklah memberi makan.
Menurut Hanafi, Syafi’i dan Imamiyah kalau melakukan persetubuhan dengan lupa maka puasanya tidak batal. Namun menurut Hambali dan Maliki tetap membatalkannya.
c. Muntah dengan sengaja, dapat merusak puasa. Dan menurut Imamiyah, Syafi’i dan Maliki. wajib mengqadanya. Tetapi menurut Hanafi orang yang muntah tidak membatalkan puasa, kecuali muntahnya memenuhi mulut. Hambali ada dua riwayat, mereka sepakat bahwa muntah dengan terpaksa tidak membatalkan puasa.
d. Istimna’ yaitu mengeluarkan air mani. Ia merusak puasa menurut ulama mazhab secara sepakat, bila dilakukan dengan sengaja. Bahkan mengeluarkan madzi pun dapat merusak puasa, menurut Hambali. Maksudnya adalah madzi yang keluar karena disebabkan melihat sesuatu yang dapat membangkitkan gairah seks. Empat mazhab: kalau hanya keluar mani wajib mengqadanya saja tanpa membayar kifarah. Imamiyah: wajib mengqada dan membayar kifarah sekaligus. [5]
e. Makan dan minum dengan sengaja. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam firman-Nya.
الْخَيْطِ مِنَ الْأَبْيَضُ الْخَيْطُ لَكُمُ يَتَبَيَّنَ حَتَّىٰوَاشْرَبُوا وَكُلُوا
اللَّيْلِ إِلَى الصِّيَامَ أَتِمُّوا ثُمَّ الْفَجْرِ مِنَ الْأَسْوَدِ
Artinya: “Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam” (Al-Baqarah: 187)
f. Mengeluarkan darah dari dalam tubuh karena dibekam, fashad (mengeluarkan darah dari tempat pengobatan) atau mengeluarkan darah untuk didonorkan. Semua ini membatakan puasa. Adapun mengeluarkan sedikit darah untuk diperiksa misalnya, maka tidaklah membtalkan puasa. Demikian juga apabila mengeluarkan darah dengan tanpa sengaja seperti mimisan, terluka atau copot gigi, maka tidak membatalkan puasa.[6]
g. Keluar darah haid (kotoran) atau nifas (darah sehabis melahirkan). Wanita yang sedang haid atau nifas diharamkan berpuasa dan tidak sah jika melakukannya. Jika haid itu muncul sebelum magrib, walaupun sebentar puasanya hari itu wajib mengqadhanya. Jika wanita itu suci dari haid atau nifas di tengah hari tidak sah juga puasanya hari itu. Sebab dia tidak wajib puasa karena terdapat sesuatu yang menafikan kewajiban puasa baginya pada awal hari itu. Jika seorang suci pada malam hari walaupun tidak lama menjelang fajar, dia wajib berpuasa dan puasanya hari itu sah meskipun baru mandi setealah terbit fahar. [7]
2.5 Macam-Macam Puasa dan ketentuanya
A. Puasa Fardhu
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
1. Puasa bulan Ramadhan
Puasa ramadhan adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan yang dilaksanakan selama 29 atau 30 hari. Puasa dimulai pada terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa ini hukumnya wajib, yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa.
[5] M. Jawad Muginiyah, Fiqih Lima Mazhab ( Jakarta: Lentera, 2013) , hal 162
[6] Saleh Al-Fauzan, Fiqih sehari-hari (Jakarta: Gema Insani Press,2005), hal 228
1. Puasa Nazar
Puasa nazar adalah puasa karena janji atau dilakukan jika ada sebab yang telah diniatkan sebelum sebab itu terjadi, seperti mendapatkan suatu nikmat atau keberhasilan dan terbebas dari musibah atau malapetaka. [8]
Allah SWT berfirman:
....نُذُورَهُمْ وَلْيُوفُوا۟....
Artinya: “... Dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka...” (QS. Al-Hajj: 29)
2. Puasa kafarat
Kafarat berasal dari kata dasar kafara yang artinya menutupi sesuatu. Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain:
a. Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
b. Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
c. Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
d. Barang siapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah.
[7] Abu Anas Husen Al’Ali, 30 Masalah Puasa untuk Wanita (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal: 50
[8] Fahrur Mu’is, Puasa A-Z.( Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2011), hal : 129-130
B. Puasa sunnah
Puasa sunnah (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
Puasa enam hari dibulan syawal yang dilakukan setelah selesai mengerjakan puasa Ramadhan. Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulallah saw. bersabda: “Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan syawal, maka seakan – akan dia berpuasa selama setahun.” [9]
2. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Puasa pada hari kesembilan (hari arafah) dan bulan Dzulhijah bagi orang yang tidak melakukan haji.
مُسْتَقْبَلَةً وَ مَاضِيَةً سَنَتَيْنِ يُكَفِّرُ عَرَفَةَ صَوْمُ
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang” (H. R. Muslim)
3. Puasa Muharram
Merupakan puasa utama yang paling penting setelah puasa Ramadhan.
4. Puasa hari ‘Asyura
Puasa pada tanggal 9 dan 10 pada bulan Muharram. Rasulullah SAW bersabda:
5. Puasa Sya’ban
Puasa di bulan Sya’ban sebagai latihan atau pemanasan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa sebelum Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan lebih bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan
6. Puasa Nabi Daud as.
Sehari puasa dan sehari berbuka. Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah SWT. ialah puasa Nabi Daud as. sembahyang yang paling disukai oleh Allah ialah sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan untuk tidur, kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.”
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja.
7. Puasa Senin dan Kamis
Aisyah r.a menuturkan
“Rasulullah selalu berupaya berpuasa pada hari Senin dan Kamis.”
8. Puasa Ayyamul Bidh (Hari-Hari Putih)
Puasa pada setiap tanggal 13,14, dan 15 pada bulan Hijriah. [10]
9. Puasa Makruh
1. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan. Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang
2. dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”
3. Puasa pada hari arafah bagi yang sedang melakukan wukuf. Hal ini Rasul SAW. telah melarangnya untuk berpuasa di hari ‘Arafah bagi orang yang sedang melaksanakan wukuf di ‘Arafah.
[9] Cholil Uman & M. Ghufron, Panduan di Bulan Ramadhan.( Surabaya: INDAH Surabaya, 1996), hal: 44 [10] Fahrur Mu’is, Puasa A-Z. (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2011), hal: 132-140
10. Puasa Haram
1. Puasa pada tanggal 1 syawal dan 10 Dzulhijjah
Artinya: "Rasulullah SAW melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha" (HR. Bukhari Muslim).
2. Puasa Hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah
3. Puasa yang dilakukan oleh wanita yang sedang haid atau nifas.
4. Puasa yang dilakukan oleh orang yang sedang sakit, yang dikhawatirkan akan merusak atau bahkan membunuh jiwanya.
5. Mengkhususkan pada Hari Jum’at, padahal sebelum atau sesudahnya tidak berpuasa.
2.6 Hikmah Puasa
Hikmah dalam berpuasa antara lain:
1. Tanda terima kasih kepada Allah karena semua ibadah mengandung arti terima kasih kepada Allah atas nikmat pemberian-Nya yang tidak terbatas banyaknya, dan tidak ternilai harganya.
2. Didikan kepercayaan. Seseorang yang telah sanggup menahan makan dan minum dari harta yang halal kepunyaannya sendiri, karena ingat perintah Allah, sudah tentu ia tidak akan meninggalkan segala perintah Allah, dan tidak akan berani melanggar segala larangan-Nya.
3. Didikan perasaan belas kasihan terhadap faqir miskin karena seseorang yang telah merasa sakit dan pedihnya perut keroncongan. Hal itu akan dapat mengukur kesedihan dsan kesusahan orang yang sepanjang masa merasakan ngilunya perut yang kelaparan karena ketiadaan. Dengan demikian, akan timbul perasaan belas kasihan dan suka menolong faqir miskin.
4. Guna menjaga kesehatan.
5. Melatih kedisiplinan, ketabahan, dan kesabaran. [11]
[11] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Agensindo,2012), hal 243-244
2.7 Manfaat Puasa bagi kesehatan
Adapun manfaat puasa bagi kesehatan antara lain:
1. Memperbaiki kualitas pembuluh darah. Ketika lapar gula darah menjadi rendah dan hormon pertumbuhan keluar sehingga akan membakar hormon viseral dan memperbaiki kualitas pembuluh darah.
2. Puasa bisa menurunkan kadar gula darah, kolesterol dan mengendalikan tekanan darah. Berdasarkan hal ini, maka sesungguhnya puasa memberikan kepada kelenjar pankreas kesempatan yang baik untuk istirahat. Maka, pankreas pun mengeluarkan insulin yang menetralkan gula menjadi zat tepung dan lemak dikumpulkan di dalam pankreas.
3. Keadaan psikologis yang tenang, teduh dan tidak dipenuhi rasa amarah saat berpuasa dapat menurunkan adrenalin. Saat marah terjadi peningkatan jumlah adrenalin sebesar 20-30 kali lipat.
4. Membersihkan usus-usus dan mengembalikan kinerja pencernaan,
membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak.
5. Dalam keadaan puasa dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Penelitian menunjukan saat puasa terjadi peningkatkan limfosit hingga sepuluh kali lipat.
2.8 Pendapat Ahli Medis tentang Puasa
Manfaat puasa secara medis telah diakui oleh banyak dokter ahli pengobatan. Hal ini dikemukakan oleh Hasan bin Hammam dalam buku Terapi dengan Ibadah sebagai berikut:
1. Dr. Abdul Jawad Ash-Shawy, seorang peneliti di Yayasan Mukjizat Sains Al-Qur’an dan Sunnah, menyatakan, “Gerak dan aktivitas tubuh yang sedang berpuasa menghasilkan glukosa buatan yang tersimpan dalam jantung.” Gerak dan aktivitas berpuasa menghasilkan energi yang cukup bagi manusia sekaligus berperan aktif dalam melumpuhkan racun-racun dan zat asam yang berbahaya dalam tubuh manusia.
2. Dr. Muhammad Sa’id As-Suyuthy menyatakan, “Puasa mampu mencegah terjadinya penimbunan zat-zat beracun yang berbahaya bagi tubuh, seperti asam karbol, asam fosfat, dan zat garam berbahaya lainnya.” Puasa juga dapat mencegag tubuh dari penyakit encok dan peradangan pada persendian tulang (rematik), serta mencegah dari pembentukan sampah di ginjal.
3. Dr. Evert Lummis berpendapat, ” Puasa adalah sarana yang paling sering digunakan di dunia sejak zaman dahulu untuk memperoleh kesembuhan alami.”[13] (Mu’is Fahrur. 2011: 12-13)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam matahari disertai dengan niat.
2. Syarat wajib dalam berpuasa adalah beragama islam, berakal, baligh, mampu berpuasa. Sedangkan syarat sah nya berpuasa adalah islam, tamyiz, suci dari haid dan nifas, tidak di dalam hari-hari yang dilarang puasa.
3. Rukun puasa adalah niat dan menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dari mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
4. Hikmah puasa antara tanda terimakasih kepada Allah SWT atas nikmat dan karuniaNya, didikan kepercayaan, didikan perasaan belas kasihan, dan guna menjaga kesehatan.
5. Manfaaat bagi kesehatan adalah dapat memperbaiki kualitas pembuluh darah, mengobati penyakit kulit, puasa dapat menurunkan kadar gula darah, keadaan psikologis menjadi lebih tenang, dan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
3.2 Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, untuk menyempurnakan makalah ini, perlu meminta kririkan dan saran dari pembaca, agar penulis tau dimana kekurangan nya dan dapat memperbaikinya, sehingga makalah ini bisa lebih baik dan bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Al’Ali, Abu Anas Husen. 2001. 30 Masalah Puasa untuk Wanita. Jakarta: Gema Insani Press
Mughniyah, M. Jawad. 2013. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera
Mu’is Fahrur. 2011. Puasa A-Z. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Rasjid, Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Saleh Al-Fauzan. 2005. Fiqih sehari-hari. Jakarta: Gema Insani Press.
Uman Cholil & Ghufron M. 1996. Panduan di Bulan Ramadhan. Surabaya: INDAH Surabaya
CLIP ART PONPES AL- ISMAILIYUN SUKADAMAI NATAR LAMPUNG SELATAN