Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa salah satu bentuk instrumen investasi pada
pasar modal (konvensional) adalah obligasi yang selama ini didefinisikan
sebagai suatu surat berharga jangka panjang yang
bersifat hutang yang dikeluarkan oleh Emiten kepada Pemegang Obligasi dengan
kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat
jatuh tempo kepada pemegang obligasi;
|
|
|
b.
|
bahwa obligasi sebagaimana pengertian butir a.
tersebut di atas, yang telah diterbitkan selama ini, masih belum sesuai
dengan ketentuan syariah sehingga belum dapat mengakomodir kebutuhan
masyarakat akan obligasi yang sesuai dengan syariah;
|
|
|
c.
|
bahwa agar obligasi dapat diterbitkan sesuai
dengan prinsip syariah, Dewan Syari’ah Nasional memandang perlu menetapkan
fatwa mengenai hal tersebut untuk dijadikan pedoman.
|
Mengingat
|
|
1.
|
Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1:
|
|
|
|
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …
|
|
|
|
“Hai orang yang beriman! Penuhilah aqad-aqad
itu…”.
|
|
|
2.
|
Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:
|
|
|
|
…وَأَوْفُوْا بِالْعَهْدِ،
إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
|
|
|
|
“…dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu
pasti diminta pertanggungan jawabnya.”
|
|
|
3.
|
Firman Allah
SWT., QS. Al-Baqarah [2]: 275:
|
|
|
|
الَّذِيْنَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ
الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ، ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا
إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا، وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا، فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا
سَلَفَ، وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ، وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
هُمْ فِيهَا خَالِدُوْنَ
|
|
|
|
“Orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang
itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
|
|
|
4.
|
Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari ‘Amr bin
‘Auf al-Muzani, Nabi s.a.w. bersabda:
|
|
|
|
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ
حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ
شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
|
|
|
|
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum
muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
|
|
|
5.
|
Hadis
Nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daruquthni, dan yang lain, dari Abu Sa’id
al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
|
|
|
|
لاَضَرَرَ
وَلاَضِرَارَ
(رواه
ابن ماجه والدارقطني وغيرهما)
|
|
|
|
“Tidak boleh
membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain.”
|
|
|
6.
|
Kaidah Fiqih:
|
|
|
|
اَلأَصْلُ فِي
الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
|
|
|
|
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
|
|
|
|
اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ
|
|
|
|
“Kesulitan dapat menarik kemudahan.”
|
|
|
|
اَلْحَاجَةُ قَدْ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ
|
|
|
|
“Keperluan dapat menduduki posisi darurat.”
|
|
|
|
اَلثَّابِتُ بِالْعُرْفِ كَالثَّابِتِ بِالشَّرْعِ
|
|
|
|
“Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan
sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak
bertentangan dengan syari’at).”
|
|
|
|
|
Memperhatikan
|
:
|
1.
|
Pendapat para ulama tentang keharaman bunga;
|
|
|
2.
|
Pendapat
para ulama tentang keharaman obligasi konvensional yang berbasis bunga;
|
|
|
3.
|
Pendapat
para ulama tentang obligasi syariah yang meliputi obligasi yang menggunakan
prinsip mudhara-bah, murabahah, musyarakah, istishna’, ijarah dan salam;
|
|
|
4.
|
Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor: 20/DSN/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi
untuk Reksa Dana Syariah;
|
|
|
5.
|
Fatwa-fatwa
Dewan Syariah Nasional MUI tentang Murabahah, Mudharabah, Musyarakah,
Istishna’, Jual Beli Salam, dan Ijarah;
|
|
|
6.
|
Surat dari
PT. AAA Sekuritas No. Ref:08/IB/VII/02 tanggal 5 Juli 2002 tentang Permohonan
Fatwa Obligasi Syariah;
|
|
|
7.
|
Pendapat
para peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional MUI tanggal 14 September 2002
tentang obligasi syariah.
|