Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa salah satu bentuk instrumen investasi pada
pasar modal (konvensional) adalah obligasi yang selama ini didefinisikan
sebagai suatu surat berharga jangka panjang yang
bersifat hutang yang dikeluarkan oleh Emiten kepada Pemegang Obligasi dengan
kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat
jatuh tempo kepada pemegang obligasi;
|
|
|
b.
|
bahwa
obligasi sebagaimana pengertian butir a. tersebut di atas yang telah
diterbitkan selama ini, masih belum sesuai dengan ketentuan syariah sehingga
belum dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat akan obligasi yang sesuai
dengan syariah;
|
|
|
c.
|
bahwa agar obligasi dapat diterbitkan sesuai dengan
prinsip syariah, Dewan Syari’ah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa
mengenai hal tersebut untuk dijadikan pedoman.
|
Mengingat
|
|
1.
|
Firman Allah,
QS. Al-Maidah [5]: 1
|
|
|
|
يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …
|
|
|
|
“Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu…”
|
|
|
2.
|
Hadis Nabi SAW riwayat Al-Thabrani dari Ibn Abbas ra.
|
|
|
|
كَانَ
سَيِّدُنَا الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ إِذَا دَفَعَ الْمَال
مُضَارَبَةً اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ أَنْ لاَ يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا وَلاَ
يَنْزِلَ بِهِ وَادِيًا وَلاَ يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةً ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ،
فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ ضَمِنَ. فَبَلَغَ شَرْطُهُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم فَأَجَازَهُ (رواه الطبراني في الأوسط)
|
|
|
|
Abbas bin Abdul Mutthalib jika menyerahkan harta sebagai Mudharabah ia
mensyaratkan kepada mudharib nya agar tidak mengarungi lautan dan
tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu
dilanggar, ia (mudharib)
harus menanggung risikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu
didengar Rasulullah, beliau membolehkannya.
|
|
|
3.
|
Hadis Nabi SAW riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib
|
|
|
|
أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ :
اَلْبَيْعُ اِلَى أَجَلٍ, وَالْمُقَارَضَةُ, وَخَلْطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ
لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ
|
|
|
|
Nabi bersabda: Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak
secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum halus dengan
gandum kasar (jewawut) untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.
|
|
|
4.
|
Hadis Nabi SAW riwayat al-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf
|
|
|
|
اَلصُّلْحُ
جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ
حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً
أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
|
|
|
|
Perjanjian
dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau yang
menghalalkan yang haram.
|
|
|
5.
|
Hadis Nabi SAW
riwayat Ibnu Majah, al-Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id Al-Khudri:
|
|
|
|
لاَضَرَرَ
وَلاَضِرَارَ (رواه ابن ماجه والدارقطني وغيرهما)
|
|
|
|
Seseorang tidak
boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain
|
|
|
6.
|
Hadis
Nabi riwayat Abu Dawud dan Al-Tirmidzi:
|
|
|
|
أنَّ
الرسولَ صلى الله عليه وسلم دَفَعَ دِيْنَارًا إلى حَكيمِ بنِ حِزامٍ
لِيَشْتَرِيَ له بهِ أُضْحِيَةً (رواه أبو داود والترمذي)
|
|
|
|
Nabi SAW menyerahkan satu dinar kepada Hakim bin Hizam untuk membeli
hewan qurban (HR. Abu Dawud dan Al-Tirmidzi)
|
|
|
7.
|
Ijma’ para ulama tentang kebolehan menggunakan prinsip Mudharabah dalam
investasi sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (V/135)
dengan mengutip keterangan Ibnul Mundzir dalam Al-Ijma’, Al-Kasani
dalam Bada-i’ Al-Shanai’, Al-Shan’ani dalam Subulus Salam
(III/103), Al-Zarqani dalam Syarhu Al-Muwattha’ (IV/319) dan Wahbah
Al-Zuhaily dalam Al-Fiqh al-Islamy Wa Adillatuhu (IV/838).
|
|
|
8.
|
Kaidah
Fiqih
|
|
|
|
اَلأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ
اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
|
|
|
|
“Pada
dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.
|
|
|
|
اَلْحَاجَةُ
قَدْ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ
|
|
|
|
“Keperluan dapat menduduki posisi darurat.”
|
|
|
|
اَلثَّابِتُ
بِالْعُرْفِ كَالثَّابِتِ بِالشَّرْعِ
|
|
|
|
“Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama
dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan dengan syari’at).”
|
Memperhatikan
|
:
|
1.
|
Pendapat para ulama tentang bolehnya mem-fasakh akad
Mudharabah, karena berpandangan bahwa akad Mudha-rabah adalah ghairu lazim,
diantaranya : Al-Khatib al-Syarbini dalam Mughni al-Muhtaj, Juz II hal
319; Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, V hal 179; Al-Kasani dalam Bada-i’
Al-Sana-i’, Juz VIII hal 3655;
|
|
|
2.
|
Pendapat ulama tentang bolehnya pembagian pendapatan Mudharabah
sebelum jatuh tempo selama disepakati dalam akad . Lihat: Ibnu Qudamah, al-Mughni,
Juz V/57;
|
|
|
3.
|
Pendapat para ulama tentang kewajiban Mudharib untuk menjamin
pengembalian dana Mudharabah dalam hal terjadi ta’addi (melampaui
batas), taqshir (lalai), atau mukhalafah al-syuruth
(pelanggaran syarat akad). Lihat: Wahbah Al-Zuhaily dalam Al-Fiqh
Al-Islamy Wa Adillatuhu (V/3944) dan Muhammad Abdul Mun’im Abu Zaid dalam
Nahwa Tathwir Nidzam Al-Mudharabah fi al-Masharif al-Islamiyah
(hal.127);
|
|
|
4.
|
Pendapat para ulama yang membolehkan pengalihan kepemilikan porsi (حِصَّة) suatu surat berharga selama disepakati dan diizinkan oleh pemilik
porsi lain dari suatu surat berharga (bi-idzni syarikihi). Lihat: Wahbah Al-Zuhaili dalam Al-Fiqh
Al-Islami wa Adillatuhu;
|
|
|
5.
|
Surat dari
PT AAA Sekuritas No. Ref:08/IB/VII/02 tanggal 5 Juli 2002 tentang Permohonan
Fatwa Obligasi Syariah.
|
|
|
6.
|
Pendapat para
peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional MUI tanggal 14 September 2002;
|