DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
______________________________________________________________
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 10/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
W
A K A L A H
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dewan Syari’ah Nasional setelah
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai suatu tujuan
sering diperlukan pihak lain untuk mewakilinya melalui akad wakalah, yaitu
pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh
diwakilkan;
b. bahwa praktek wakalah pada LKS dilakukan
sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa perbankan kepada nasabah;
c. bahwa agar praktek wakalah tersebut dilakukan
sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang wakalah
untuk dijadikan pedoman oleh LKS.
Mengingat : 1. Firman Allah QS. al-Kahfi [18]: 19:
وَكَذلِكَ
بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَآءَلُوْا بَيْنَهُمْ، قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ
لَبِثْتُمْ، قَالُوْا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ، قَالُوْا رَبُّكُمْ
أَعْلَمُ بِمَالَبِثْتُمْ فَابْعَثُوْا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِه إِلَى
الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ
مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلاَ يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا.
"Dan demikianlah Kami
bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkata salah
seorang di antara mereka: ‘Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini)?’ Mereka
menjawab: ‘Kita sudah berada (di sini) satu atau setengah hari.’ Berkata (yang
lain lagi): ‘Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini).
Maka suruhlah salah seorang kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini,
dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia
membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan
janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.’”
2. Firman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 55 tentang
ucapan Yusuf kepada raja:
اِجْعَلْنِيْ عَلَى خَزَائِنِ
اْلأَرْضِ، إِنِّيْ حَفِيْظٌ عَلَيْمٌ.
"Jadikanlah aku bendaharawan
negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi
berpengalaman.”
3. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:
...فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ، وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ...
“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
4. Firman
Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَى، وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ.
“Dan tolong-menolonglah dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam
(mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
5. Hadis-hadis Nabi, antara lain:
إِنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ أَبَا رَافِعٍ
وَرَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ، فَزَوَّجَاهُ مَيْمُوْنَةَ بِنْتَ الْحَارِثِ (رواه
مالك في الموطأ)
“Rasulullah SAW mewakilkan kepada
Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mengawinkan (qabul perkawinan Nabi dengan)
Maimunah r.a.” (HR. Malik dalam al-Muwaththa’).
أَنَّ
رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَقَاضَاهُ
فَأَغْلَظَ فَهَمَّ بِهِ أَصْحَابُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم
عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: دَعُوْهُ، فَإِنَّ لِصَاحِبِ الْحَقِّ مَقَالاً،
ثُمَّ قَالَ: أَعْطُوْهُ سِنًّا مِثْلَ سِنِّهِ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لاَنَجِدُ
إِلاَّ أَمْثَلَ مِنْ سِنِّهِ. فَقَالَ أَعْطُوْهُ، فَإِنَّ مِنْ خَيْرِكُمْ
أَحْسَنَكُمْ قَضَاءً (رواه البخاري
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ)
“Seorang laki-laki datang kepada
Nabi SAW untuk menagih hutang kepada beliau dengan cara kasar, sehingga para
sahabat berniat untuk “menanganinya”. Beliau bersabda, ‘Biarkan ia, sebab
pemilik hak berhak untuk berbicara;’ lalu sabdanya, ‘Berikanlah (bayarkanlah)
kepada orang ini unta umur setahun seperti untanya (yang dihutang itu)’. Mereka
menjawab, ‘Kami tidak mendapatkannya kecuali yang lebih tua.’ Rasulullah
kemudian bersabda: ‘Berikanlah kepada-nya. Sesungguhnya orang yang paling baik
di antara kalian adalah orang yang paling baik di dalam membayar.’” (HR.
Bukhari dari Abu Hurairah).
6. Hadis
Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ
بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ
حَرَامًا.
“Perdamaian
dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
7. Umat Islam
ijma’ tas kebolehkan wakalah, bahkan memandangnya sebagai sunnah, karena hal
itu termasuk jenis ta’awun (tolong-menolong) atas dasar kebaikan dan
taqwa, yang oleh al-Qur'an dan hadis.
8. Kaidah
fiqh:
اَلأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ
إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada
dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
Memperhatikan : Pendapat peserta
Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Kamis, tanggal 8 Muharram 1421
H./13 April 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG
WAKALAH
Pertama : Ketentuan tentang Wakalah:
1. Pernyataan ijab
dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka
dalam mengadakan kontrak (akad).
2. Wakalah dengan
imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Kedua : Rukun dan Syarat Wakalah:
1. Syarat-syarat
muwakkil (yang mewakilkan)
a. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap
sesuatu yang diwakilkan.
b. Orang mukallaf atau anak mumayyiz
dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti
mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.
2. Syarat-syarat
wakil (yang mewakili)
a. Cakap hukum,
b. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan
kepadanya,
c. Wakil adalah orang yang diberi amanat.
3. Hal-hal yang
diwakilkan
a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang
mewakili,
b. Tidak bertentangan dengan syari’ah Islam,
c. Dapat diwakilkan menurut syari’ah Islam.
Ketiga : Jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ditetapkan
di : Jakarta
Tanggal : 08 Muharram 1421 H. 13
April 2000 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
Prof. KH. Ali Yafie Drs.
H.A. Nazri Adlani