DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
______________________________________________________________
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 05/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
JUAL BELI SALAM
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dewan
Syari’ah Nasional setelah
Menimbang : a. bahwa jual beli barang dengan cara pemesanan
dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu, disebut dengan
salam, kini telah melibatkan pihak perbankan;
b. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai
dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang salam untuk
dijadikan pedoman oleh lembaga keuangan syari’ah.
Mengingat : 1. Firman
Allah QS. al-Baqarah [2]: 282:
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنِ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوْهُ...
"Hai orang yang
beriman! Jika kamu bermu'amalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu,
buatlah secara tertulis...".
2. Firman Allah QS. al-Ma’idah
[5]: 1:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”
3. Hadis Nabi saw.:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّمَا الْبَيْعُ عَنْ
تَرَاضٍ، (رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان)
“Dari
Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya jual beli itu
harus dilakukan suka sama suka.’” (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, serta dinilai
shahih oleh Ibnu Hibban).
4. Hadis riwayat Bukhari dari Ibn
'Abbas, Nabi bersabda:
مَنْ أَسْلَفَ فِي شَيْءٍ
فَفِيْ كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ.
"Barang siapa melakukan salaf
(salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang
jelas, untuk jangka waktu yang diketahui" (HR. Bukhari, Sahih
al-Bukhari [Beirut: Dar al-Fikr, 1955], jilid 2, h. 36).
5. Hadis Nabi riwayat jama’ah:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ…
“Menunda-nunda (pembayaran)
yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman…”
6. Hadis Nabi riwayat Nasa’i, Abu
Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad:
لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوْبَتَهُ.
“Menunda-nunda (pembayaran)
yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi
kepadanya.”
7. Hadis Nabi riwayat Tirmizi:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ
الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ
حَرَامًا (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف).
“Perdamaian dapat dilakukan di antara
kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (Tirmizi dari
‘Amr bin ‘Auf).
8. Ijma. Menurut Ibnul Munzir, ulama sepakat
(ijma’) atas kebolehan jual beli dengan cara salam. Di samping itu, cara
tersebut juga diperlukan oleh masyarakat (Wahbah, 4/598).
9. Kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ
أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, semua bentuk
muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan
Syari'ah Nasional pada hari Selasa, tanggal 29 Dzulhijjah 1420 H./4 April 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI SALAM
Pertama : Ketentuan
tentang Pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak
disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk
pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan
tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui
sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus
ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang,
kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
Ketiga : Ketentuan
tentang Salam Paralel (السلم الموازي):
Dibolehkan melakukan salam
paralel dengan syarat:
a. Akad kedua terpisah dari akad pertama, dan
b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama
sah.
Keempat : Penyerahan
Barang Sebelum atau pada Waktunya:
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan
kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi,
penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah,
dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga
(diskon).
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang
disepakati dengan syarat kualitas
dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut
tambahan harga.
5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya,
maka ia memiliki dua pilihan:
a. membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,
b. menunggu sampai barang tersedia.
Kelima : Pembatalan
Kontrak:
Pada dasarnya pembatalan
salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak.
Keenam : Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan
di antara kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan melalui Badan
Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 29 Dzulhijjah 1420 H. 4 April
2000 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
Prof. KH. Ali Yafie Drs.
H.A. Nazri Adlani