DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS
ULAMA INDONESIA
- ______________________________________________________________
FATWA
DEWAN
SYARI’AH NASIONAL
NO: 15/DSN-MUI/IX/2000
Tentang
PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA
DALAM
LEMBAGA
KEUANGAN SYARI'AH
بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dewan Syari’ah Nasional setelah
Menimbang : a. bahwa
pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha
kerjasama boleh didasarkan pada prinsip Bagi Untung (Profit Sharing),
yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya
pengelo-laan dana, dan boleh pula didasarkan pada prinsip Bagi Hasil (Revenue
Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan
dana; dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan;
b. bahwa kedua prinsip tersebut pada dasarnya
dapat diguna-kan untuk keperluan distribusi hasil usaha dalam Lembaga Keuangan
Syari'ah (LKS);
c. bahwa agar para pihak yang berkepentingan
memperoleh kepastian tentang prinsip mana yang boleh digunakan dalam LKS, sesuai
dengan prinsip ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang
prinsip pembagian hasil usaha dalam LKS untuk dijadikan pedoman.
Mengingat : 1. Firman
Allah QS. al-Baqarah [2]: 282:
يَآأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوْهُ…
“Hai orang yang beriman!
Jika kamu melakukan transaksi hutang-piutang untuk jangka waktu yang
ditentukan, tuliskanlah….”
2. Firman Allah QS. al-Ma’idah
[5]: 1:
يَآأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …
“Hai orang yang beriman!
Penuhilah akad-akad itu….”
3. Hadis Nabi riwayat Tirmizi
dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ
بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ
أَحَلَّ حَرَامًا.
“Perdamaian dapat dilakukan
di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
4. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah
bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya:
لاَضَرَرَ وَلاَضِرَارَ.
“Tidak boleh membahayakan
diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.”
5. Kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ فِي
الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, segala
bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
أَيْنَمَا
وُجِدَتِ الْمَصْلَحَةُ فَثَمَّ حُكْمُ اللهِ.
“Di mana terdapat
kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah."
Memperhatikan : a. Pendapat
peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional bersama dengan Dewan Standar
Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia pada hari Sabtu, tanggal 7 Rabi'ul Awwal
1421 H./10 Juni 2000.
b. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah
Nasional pada hari Sabtu, 17 Jumadil Akhir 1421 H./16 September 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA
DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH
Pertema : Ketentuan Umum
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip
Bagi Hasil (Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing)
dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah),
saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya
digunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang
dipilih harus disepakati dalam akad.
Kedua : Jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
penyele-saiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan
diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan
di : Jakarta
Tanggal : 17 Jumadil Akhir 1421 H. 16
September 2000 M.
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS
ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
K.H.M.A.
Sahal Mahfudh Dr.
H.M. Din Syamsuddin