DEWAN
SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS
ULAMA INDONESIA
______________________________________________________________
DEWAN
SYARI’AH NASIONAL
NO: 17/DSN-MUI/IX/2000
Tentang
SANKSI ATAS NASABAH MAMPU
YANG MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dewan Syari’ah Nasional setelah
Menimbang : a. bahwa masyarakat banyak memerlukan pembiayaan
dari Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) berdasarkan pada prinsip jual beli maupun
akad lain yang pembayarannya kepada LKS dilakukan secara angsuran;
b. bahwa nasabah mampu terkadang menunda-nunda
kewa-jiban pembayaran, baik dalam akad jual beli maupun akad yang lain, pada
waktu yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan di antara kedua belah
pihak;
c. bahwa masyarakat, dalam hal ini pihak LKS,
meminta fatwa kepada DSN tentang tindakan atau sanksi apakah yang dapat
dilakukan terhadap nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran tersebut menurut
syari’ah Islam;
d. bahwa oleh karena itu, DSN perlu menetapkan
fatwa tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pem-bayaran menurut
prinsip syari’ah Islam, untuk dijadikan pedoman oleh LKS.
Mengingat : 1. Firman Allah QS. al- Ma’idah [5]: 1:
يَآأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …
“Hai
orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”
2. Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ
بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ
أَحَلَّ حَرَامًا.
“Perdamaian
dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
3. Hadis Nabi riwayat jama’ah (Bukhari dari Abu
Hurairah, Muslim dari Abu Hurairah, Tirmizi dari Abu Hurairah dan Ibn Umar,
Nasa’i dari Abu Hurairah, Abu Daud dari Abu Hurairah, Ibn Majah dari Abu
Hurairah dan Ibn Umar, Ahmad dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Malik dari Abu
Hurairah, dan Darami dari Abu Hurairah):
مَطْلُ الْغَنِيِّ
ظُلْمٌ…
“Menunda-nunda
(pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman…”
4. Hadis Nabi riwayat Nasa’i dari Syuraid bin
Suwaid, Abu Dawud dari Syuraid bin Suwaid, Ibu Majah dari Syuraid bin Suwaid,
dan Ahmad dari Syuraid bin Suwaid:
لَيُّ
الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوْبَتَهُ.
“Menunda-nunda
(pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan
pemberian sanksi kepadanya.”
5. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin
Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya:
لاَضَرَرَ
وَلاَضِرَارَ.
“Tidak
boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.”
6. Kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ
فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya,
segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
اَلضَّرَرُ
يُزَالُ.
“Bahaya (beban
berat) harus dihilangkan.”
Memperhatikan : a. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah
Nasional bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia pada hari Sabtu, tanggal 7 Rabi'ul Awwal 1421 H./10 Juni 2000.
b. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah
Nasional pada hari Sabtu, 17 Jumadil Akhir 1421 H./16 September 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA
TENTANG SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN
Pertama : Ketentuan
Umum
1. Sanksi
yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah
yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja.
2. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force
majeur tidak boleh dikenakan sanksi.
3. Nasabah
mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad
baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.
4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan agar
nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan
atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.
6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.
Kedua : Jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
di antara kedua belah pihak, maka penyele-saiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan
di : Jakarta
Tanggal : 17 Jumadil Akhir 1421 H.
16 September 2000 M.
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS
ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
K.H.M.A.
Sahal Mahfudh Dr.
H.M. Din Syamsuddin