DEWAN
SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS
ULAMA INDONESIA
______________________________________________________________
FATWA
DEWAN
SYARI’AH NASIONAL
NO:
06/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
JUAL BELI ISTISHNA'
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dewan
Syari’ah Nasional, setelah
Menimbang : a. bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh
sesuatu, sering memerlukan pihak lain untuk membuatkannya, dan hal seperti itu
dapat dilakukan melalui jual beli istishna’ (الاستصناع), yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’);
b. bahwa transaksi istishna’ pada saat ini
telah dipraktekkan oleh lembaga keuangan syari’ah.
c. bahwa agar praktek tersebut sesuai dengan
syari’ah Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang istishna’
untuk menjadi pedoman.
Mengingat : 1. Hadis Nabi riwayat Tirmizi:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ
الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ
حَرَامًا (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف).
“Perdamaian
dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf).
2. Hadis Nabi:
لاَضَرَرَ وَلاَضِرَارَ (رواه ابن
ماجه والدارقطني وغيرهما عن أبي سعيد الخدري)
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri
maupun orang lain” (HR, Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id
al-Khudri).
3. Kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ
فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada
dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
4. Menurut mazhab Hanafi, istishna’ hukumnya
boleh (jawaz) karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim
sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya.
Memperhatikan : Pendapat
peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada hari Selasa, tanggal 29
Dzulhijjah 1420 H./4 April
2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA
TENTANG JUAL BELI ISTISHNA’
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau manfaat.
2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan
kesepakatan.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk
pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui
sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus
ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli (pembeli, mustashni’) tidak
boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan
barang sejenis sesuai kesepakatan.
7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak
sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih)
untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
Ketiga : Ketentuan Lain:
1. Dalam hal pesanan sudah
dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
2. Semua ketentuan dalam jual
beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna’.
3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 29 Dzulhijjah 1420 H. 4 April
2000 M
DEWAN
SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS
ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
Prof.
KH. Ali Yafie Drs. H.A. Nazri
Adlani