MACAM-MACAM TABUNGAN DI BANK SYARIAH
Ada dua jenis tabungan di bank syariah yaitu : dengan akad Wadi’ah (titipan) dan akad Al-Mudharabah. walaupun jenis tabungan di bank konvensional sama dengan syariah yaitu : giro, tabungan dan deposito namun mempunyai perbedaan prisipil.
a. Giro
Nasabah yang membuka rekening giro berarti melakukan akad wadi’ah ‘titipan’. Dimana ada dua macam yaitu : wadi’ah yadud Amanah adalah titipan yang dilakukan dengan kondisi penerima titipan (Bank) tidak wajib mengganti jika terjadi kerugian dan Wadi’ah yadudh Dhamanah adalah titipan yang dilakukan dengan penerima titipan bertanggung jawab atas nilai (bukan fisik) dari uang yang dititipkan. Pada dasarnya giro berdasarkan wadi’ah ini tidak mendapatkan keuntungan bahkan nasabah membayar bank karena telah menyimpan uangnya agar aman. Namun tidak menutup kemungkinan bank dapat memberikan bonus kepada nasabah bonus ini tidak boleh dijanjikan dimuka dilakukan karena sama dengan bunga.
b. Tabungan
Akad yang dilakukan oleh bank syariah dalam tabungan ada dua macam yaitu : Wadi’ah dan mudharabah. Tabungan yang menggunakan prinsip wadi’ah artinya tabungan ini mendapatkan keuntungan karena titipan, dan dapat diambil sewaktu-waktu dengan menggunakan buku tabungan atau kartu ATM. Sedangkan tabungan yang menerapkan akad Mudharabah mempunyai keuntungan sebagai berikut :
1. Keuntungan dari dana yang digunakan harus dibagi antara pemilik uang dan mudharib (bank).
2. Adanya tenggang waktu antara dan yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan memutarkan dana itu perlu waktu yang cukup.
c. Deposito
Deposito dalam bank syariah ditetapkan sebagai akad Mudarabah. Pemilik uang sebagai nasabah (deposan) sedangkan bank sebagai mudharib. Tengang waktu merupakan salah satu sifat deposito bahkan dalam deposito terdapat pengaturan waktu, seperti 30 hari, 90 hari dan sebagainya.
Pengertian Bagi Hasil
Bagi hasil adalah bentuk return (perolehan kembalinya) dari kontrak investasi,dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar-kecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah.
Medote bagi hasil terdiri dari dua sistem :
Bagi untung (Profit Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah.
Bagi hasil (Revenue Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah.
Aplikasi perbankan syariah pada umumnya, bank dapat menggunakan sistem profit sharing maupun revenue sharing tergantung kepada kebijakan masing-masing bank untuk memilih salah satu dari sistem yang ada. Bank-bank syariah yang ada di Indonesia saat ini semuanya mengguanakan perhitungan bagi hasil atas dasar revenue sharing untuk mendistribusikan bagi hasil kepada pemilik dana (deposan).
Tujuan dan Fungsi Pegadaian
Tujuan:
a. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman/pembiayaan atas dasar hukum gadai.
b. Untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan para pelepas uang atau tukang ijon atau tukang rentenir yang bunganya relatif tinggi.
c. Mencegah praktik pegadaian gelap dan pinjaman yang tidak wajar.
Fungsi:
a. Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan cara mudah, cepat, aman, dan hemat.
b. Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang menguntungkan bagi lembaga Pegadaian maupun masyarakat.
c. Mengelola keuangan, perlengkapan, kepegawaian, dan diklat.
d. Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana Pegadaian.
e. Melakukan penelitian dan pengembangan, serta mengawasi pengelolaan
Pegadaian.
D. Kelebihan dan Kelemahan Pegadaian Syariah
Kelebihan:
a. Persyaratan yang cukup sederhana.
b. Membutuhkan waktu yang singkat untuk memperoleh uang.
c. Keenekaragaman barang yang dijadikan jaminan.
d. Cukup dipungut biaya administrasi dan biaya ijarah.
e. Pihak Pegadaian Syariah tidak mempermasalahkan alasan uang tersebut untuk apa.
f. Dapat dilunasi sewaktu-waktu.
g. Operasional Pegadaian Syariah telah dikeluarkan oleh MUI tentang kebolehannya.
Kelemahan:
a. Harus ada jaminan barang bergerak yang mempunyai nilai.
b. Barang yang digadaikan harus diserahkan ke Pegadaian.
c. Jumlah kredit gadai yang dapat diberikan masih terbatas untuk jenis emas dan berlian terutama dikota-kota besar.
d. Tidak semua SDM memahami betul tentang operasional gadai syariah.
e. Belum memiliki visi dan misi sendiri karena masih ikut dengan perusahaan induk.
E. Peluang dan Tantangan Pegadaian Syariah
Peluang:
a. Nasabah pegadaian syariah bukan hanya dari umat Islam, umat non Islam pun memanfaatkan keberadaan pegadaian syariah ini karena mereka lebih pada faktor pelayanan bukan pada faktor ‘idialisme atau agama.
b. Konsumen atau calon nasabah pegadaian syariah, masih cukup terbuka lebar dikarenakan pesaingnya relatif masih belum banyak. Saat ini, pesaingnya hanya dari internal perusahaan sendiri (pegadaian konvensional) dan pegadaian illegal swasta yang jumlah assetnya masih cukup kecil serta jumlah pinjaman atau pendanaan relatif masih dalam jumlah kecil (nasabah menengah-bawah).
Tantangan:
a. Belum ada undang-undang atau aturan lainnya, yang mengatur tentang keberadaan pegadaian swasta atau pun pegadian syariah sehingga pengembangan pegadaian syariah belum cukup optimal selama ini.
b. Adanya masyarakat yang membuka gadai swasta dengan memberikan kemudahan untuk semua jenis barang gadai sehingga keberadaannya terus berkembang meskipun masih illegal.
Perkembangan Pegadaian Syariah
Seirama dengan perkembangan Pegadaian Konvensional, perkembangan Pegadaian Syariah ibarat jamur pada musim hujan, walaupun secara kuantitas kantor jaringan, nasabah, omset dan laba masih belum besar. Perkembangan tersebut patut dipertimbangkan apalagi dengan adanya kebijakan manajemen dibeberapa daerah kantor jaringan konvensional dikonversi semuanya menjadi kantor jaringan Pegadaian Syariah sebagaimana yang ada di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Perkembangan yang sudah dicapai tentunya tidak lepas dari kekurangan. Namun secara umum perkembangan pegadaian syariah di Indonesia sudah cukup menggembirakan.
Pada akhir Februari 2009 jumlah pembiayaan Pegadaian Syariah mencapai Rp 1,6 triliyun dengan jumlah nasabah 600 ribu orang dan jumlah kantor cabang berjumlah 120 buah. Jumlah tersebut masih lebih kecil dibanding dengan kantor cabang Pegadaian Konvensional yang berjumlah 3.000 buah. Pembiayaan Pegadaian Syariah untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebesar Rp 8,2 milyar, yang berarti lebih besar jumlahnya dari target awal, sebesar Rp 7,5 milyar.
Peningkatan bisnis gadai syariah meningkat hingga 158 persen pada akhir tahun 2010. Hal tersebut meningkat tajam dari tahun sebelumnya sebesar 90 persen. Sedangkan peningkatan Pegadaian Syariah tahun 2008 lebih rendah dibanding dengan tahun 2009 dan 2010 yang hanya 67,7 persen. Secara umum, perkembangan Pegadaian Syariah mengalami peningkatan yang pesat dari tahun-ketahun.
(09390001)
Gadai Syariah (Rahn) merupakan salah satu produk syariah yang pembiayaannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dana bagi masyarakat dengan sistem gadai yang sesuai dengan prinsip syariah dengan agunan berupa perhiasan emas, berlian, elektronik dan kendaraan bermotor. Dasar hukum gadai dalam Ayat Al-Qur’an yaitu terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 282 dan 283 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya..” dan “Jika kamu dalam perjalanan sedang kau tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikkan amanatnya (hutangnya)...”
Perkembangan Perbankan Di Indonesia
Posted on
March 10, 2012 Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan.
Sekilas sejarah ringkas perbankan di Indonesia
Periode I : Jaminan penjajahan Belanda sampai kependudukan Jepang. Banyak beroperasinya bank-bank milik Belanda (De Java Bank, De Nederlandsche Handel Maatschappij, De Nationale Handelsbank dan Escompto Bank) dan bank-bank lain yang berasal dari Inggris, Australia dan Cina. Namun ada juga bank milik pribumi yaitu Bank Desa, Lumbung Desa dan Alegemene Volkscredietbank AVB).
Periode II : Pada tahun pertama pendududkan Jepang, kantor-kantor bank ditutup. Pada tanggal 20 Oktober 1942 semua bank Belanda, Inggris dilikwidasi namun AVB tidak dilikwidasi.
Periode III : Dibukanya Bank Industri Negara yang bergerak di bidang pembelanjaan pembangunan khususnya industri dan pertambangan.
Periode IV : Merupakan periode orde baru, dimana perekonomian terpimpin diganti menjadi perekonomian yang lebih demokratis. Bank-bank pemerintah pun dikembalikan menjadi bank umum dengan tugas khusus.
Kondisi Perbankan Semakin Membaik
Kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan krisis keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit perbankan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mulyaman D Hadad mengatakan, berdasarkan data perkembangan terakhir, keketatan likuiditas sudah berkurang. “Dalam 2 bulan terakhir likuiditas mulai berkurang, tapi masih menjadi perhatian kita,” kata Mulyaman.
Bertambahnya likuiditas perbankan tersebut karena ada pelonggaran ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) dan peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK), sedangkan total kredit tahun per tahun tumbuh 37,1 persen. Kredit investasi juga mencatat pertumbuhan tahunan tertinggi 42,9 persen, kredit modal kerja tumbuh 39 persen, kredit konsumsi tumbuh 33 persen.
Adapun tingkat kredit macet (Non Performing Loan/NPL) relatif stabil 3,9 persen. Kecukupan modal perbankan (CAR) juga masih tinggi mencapai 16 persen.
“Risiko kredit dan risiko pasar masih tergolong rendah, namun berpotensi meningkat apabila pemburukan ekonomi global berlanjut,” tutur Mulyaman.
Lebih lanjut Mulyaman memperkirakan, jika pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,9-5 persen, pertumbuhan kredit bisa mencapai 15-20 persen di tahun 2009 mendatang.
BI Rate Naik, Bagaimana Kondisi Perbankan Indonesia?
(Vibiznews – Banking) – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini, 5 Juni 2008, memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 8,50%. Kenaikan BI Rate ini ditetapkan setelah mencermati perkembangan terkini baik perekonomian global maupun domestik.
“Masih tingginya harga komoditas energi dan bahan pangan dunia serta dampak kenaikan harga BBM memberikan tekanan pada inflasi di tahun 2008. Bank Indonesia juga melihat bahwa tren peningkatan permintaan domestik turut memberikan tekanan pada inflasi inti. Perkembangan ini mendasari pertimbangan Bank Indonesia untuk menaikkan BI Rate pada bulan ini,” demikian disampaikan Gubernur Bank Indonesia, Boediono
Boediono selanjutnya menyampaikan, “Inflasi pada 2008 kemungkinan akan meningkat pada kisaran 11,5-12,5% (yoy). Namun kami memperkirakan bahwa dengan berbagai kebijakan yang telah dan akan dilakukan, baik oleh Bank Indonesia maupun Pemerintah, inflasi akan kembali mengarah ke satu digit di tahun 2009 pada kisaran 6,5%±1%. Bank Indonesia akan memfokuskan pada upaya meredam dampak tidak langsung dari kenaikan harga BBM dan pangan. Untuk itu, Bank Indonesia akan memanfaatkan secara optimal seluruh piranti moneter yang ada, baik melalui BI Rate, pengendalian volatilitas nilai tukar, penyerapan ekses likuiditas, optimalisasi Operasi Pasar Terbuka (OPT), maupun kebijakan-kebijakan lainnya.”
Selanjutnya, dalam rangka optimalisasi pengendalian OPT, maka terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008, Bank Indonesia akan melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Dengan perubahan tersebut, Bank Indonesia akan menjaga pergerakan suku bunga PUAB O/N disekitar level BI Rate”, demikian tambah Boediono.
“Penerapan inflation targeting framework dalam rejim nilai tukar mengambang bebas akan tetap menjadi pegangan Bank Indonesia. Upaya menjaga volatilitas nilai tukar merupakan unsur penting dari kebijakan tersebut dalam menurunkan tekanan inflasi. Ke depan, Bank Indonesia melihat ruang bagi apresiasi rupiah, sejalan dengan dukungan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)”, tambah Boediono.
Inflasi IHK Mei 2008 secara bulanan berada jauh di atas pola historisnya dan meningkat menjadi 1,41% dari 0,57% di bulan sebelumnya. Sementara itu, secara tahunan, inflasi Mei 2008 tercatat sebesar 10,38% atau meningkat signifikan dibanding inflasi tahunan bulan sebelumnya (8,96%). Dengan perkembangan tersebut, inflasi year-to-date sampai dengan bulan Mei 2008 telah mencapai 5,47%.
Kenaikan harga BBM bersubsidi di akhir bulan memberi dampak yang signifikan pada peningkatan laju inflasi Mei 2008. Aksi menaikkan harga berbagai komoditas menjelang kenaikan harga BBM berkontribusi terhadap tingginya inflasi Mei 2008. Mengingat bahwa dampak kenaikan BBM diperkirakan belum sepenuhnya terefleksi pada inflasi di bulan Mei 2008 maka tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM diperkirakan masih akan berlanjut kembali di bulan-bulan selanjutnya.
Dampak Peningkatan Inflasi Terhadap Dunia Perbankan
(Vibiznews – Banking) – Bagaimana dampak atas kenaikan inflasi yang diumumkan oleh BPS kemarin? Apakah hal ini berpengaruh signifikan terhadap dunia perbankan? Tentunya pertanyaan ini menjadi pertanyaan besar dalam benak kita semua. NPL perbankan asing mengalami peningkatan dalam kuartal pertama ini disertai dengan turunnya asset serta laba perbankan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Sebagai contoh : Citibank, mencatatkan peningkatan NPL gross menjadi 7,33% dari posisi sebelumnya 4,75%. NPL net meningkat menjadi 0,99% dari sebelumnya 0%. Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga bank tersebut juga menurun menjadi 73,60% dari semula 81,43%, demikian juga net interest margin (NIM) menjadi 7,95% dari 8,85%. Nilai aset Citibank dari posisi akhir tahun lalu Rp45,02 triliun menurun pada akhir kuartal pertama menjadi Rp43,14 triliun. Namun, secara year-on-year aset mengalami kenaikan dibandingkan dengan Maret 2007 sebesar Rp37,92 triliun.
HSBC mencatatkan kenaikan NPL gross dari posisi semula 10% menjadi 11%. Namun, indikator keuangan lainnya, seperti DPK, realisasi kredit dan laba mengalami kenaikan. Sedangkan. kenaikan NPL terbesar kategori bank asing dialami Standard Chartered dari posisi Maret 2007 pada level 4,2% menjadi 6,29% (y-o-y). Sementara itu, ABN Amro meski mengalami penurunan NPL gross, rasio kredit bermasalah net-nya mengalami kenaikan dari 0,51% menjadi 0,58%.
Hal ini menandakan rendahnya kemampuan masyarakat dalam membayarkan kredit. Hal ini ditopang oleh nilai uang yang semakin tidak berarti dalam era modern ini dikarenakan inflasi telah menggerogoti nilai mata uang Indonesia. Ditambah lagi, semakin banyak pengannguran yang tercipta akibat inflasi
Pihak Bank Indonesia sedang mempertimbangkan sebuah kebjakan moneter sebagai aksi atas efek dari kenaikan harga BBM Bersubsidi 28,7 persen pada 23 Mei lalu. Beberapa pilihannya antara lain adalah instrument suku bunga dan likuiditas. Kebijakan ini diambil agar kenaikan harga BBM tidak akan merembet kemana-mana. Tentunya hal ini harus diimbangi dengan tindakan bantuan dari pemerintah sehingga tidak hanya menggunakan instrument moneter guna mengatasi inflasi. Mungkin instrument fiskal tepat untuk dilakukan.
Tindakan BI jika menaikan suku bunga akan membuat dunia pasar modal menjadi semakin terkoreksi menuju titik terendah. Hal ini dibuktikan dengan pengumuman tingkat inflasi yang telah merendahkan Indeks Harga Saham Gabungan pada perdagangan kemarin. Kebijakan Bank Indonesia dalam menaikan suku bunga akan menambah beban yang akan ditanggung oleh Bank Indonesia dalam membayarkan bunga sehingga posisi ini akan membuat Bank Indonesia mengalami defisit dalam laporan keuangan yang mereka laporkan.
Perkembangan Perbankan di Indonesia dr tahun 1945 – 2002
- Perkembangan Perbankan di Indonesia Setelah Indonesia merdeka pada bulan Agustus1945, sebagian besar bank di Indonesia adalah berasal dari lembaga keuangan Belanda yang telah beroperasi antara dua hingga tiga dekade di Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut digunakan untuk mengeksploitasi Indonesia bagi keuntungan Belanda VOC (Verenigde Oost-IndischeCompagnie). Bank-bank Indonesia sendiri baru mulai didirikan pada tahun 50-an dengan adanya ketentuan pemerintah pada saat itu, untukmenasionalisasikan dan menyita ratusan parusahaanmaupun lembaga keuangan milik Belanda ataunegara-negara sekutu.
- Komite Ekonomi saat itu, Dekon, yang terdiri dari kaum intelektual Indonesia dengan latar belakang pendidikan Belanda – memulai industri perbankan pada tahun 50an dengan satu bank sentral (juga berfungsi sebagai bankkomersial), empat bank komersial yang semuanya adalah hasil nasionalisasi bank Belanda, 100 bank swasta kecil dan empatbank asing – untuk memfasilitasi perdagangan. Tujuan industri perbankan pada saat itu adalah untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan membiayai proyek-proyek pemerintah termasuk pengembangan insfrastuktur dan industri. Pada tahun 1968, Bank Indonesia selaku banksentral, memberhentikan fungsi komersialnya dan secarapenuh beroperasi sebagai bank sentral termasuk Mengawasi industri perbankan .Berperan sebagai fasilitator pembayarano Mengatur industri perbankano Menjaga kestabilan keuangan melalui pengontrolan yang lebih baik atas persediaan uang.
- Saat itu bank-bank swasta dan bank-bank joint venture mulai bermunculan.Pada waktu itu bank-bank swasta utama mendapat fasilitas khusus dari pemerintah sebagai ganti pembiayaan atas mereka pada berbagai proyek di sektor ekonomi. Sebaliknya bank pemerintah hanyalah merupakan kepanjangan pemerintah untuk mendistribusikan dana pemerintah tanpaperlu berlaku efisien, efektif dan kompetitif secara strategis. Adanya dualisme dalam tujuan telah memperlemah industri perbankan Indonesia secara umum mengingat bahwaseluruh bank pemerintah mengontrol lebih dari 80 persenkredit yang didistribusikan kepada pasar.Pemikiran seperti ini menjadi masalah biasa pada bank-bank pemerintah hingga krisis yang terjadi di Asia pada tahun 1997.Bahkan hingga kini saat kebanyakan dari mereka masih menjalankan restrukturisasi dan reorientasi besar-besaran.
- Jatuhnya Industri Perbankan Indonesia, jatuhnya industri perbankan Indonesia secara garis besar adalah karena dikeluarkannya Paket Deregulasi SektorKeuangan 27 October 1988 (PAKTO 88), dan krisis moneter hanya merupakan pencetus yang mempercepat jatuhnya sektor perbankan. Dengan dikeluarkannya PAKTO 88, jumlah bank dan kantor cabang meningkat tajam antara tahun 1989 dan 1990. Jumlah bank komersial naik 50 persen dari 111 bank pada Maret 1989menjadi 176 bank pada Maret 1991.
- Untuk menarik investor asing agar menghasilkan bisnis yangmenguntungkan, pemerintah mengizinkan pendirian bank joint venture. Peraturan yang baru sangat efektif. Jumlah bank komersial lokal meningkat dari 63 tahun 1988 menjadi 144 tahun 1997o Jumlah kantor cabang naik dari 559 tahun 1988 menjadi 4.150 tahun 1997
- Jumlah bank asing, termasuk bank joint venture, tumbuh dari 11 tahun 1988 menjadi 44 tahun 1997, dengan jumlah kantor cabang meningkat dari 21 menjadi 90 di tahun yang sama. Bank Pemerintah meningkat dari 815 tahun 1988 menjadi 1,527 tahun 1997. Banyak bank lokal yang didirikan sebagai bagian dari kelompok perusahaan besar.Bank-bank tersebut memberikan pendanaan untuk mendukung pertumbuhan bisnis kelompok usahanya.
- Jatuhnya Industri Perbankan Indonesia pada tahun 1998, ekonomi Indonesia jatuh dimana tidak seorangpun yang dapat menyelamatkan. Minimnya likuiditas dan hilangnya kepercayaan masyarakat padasektor perbankan menghasilkan saldo negatif (negativebalance) pada clearing account bank-bank tersebut dengan Bank Indonesia.Kepailitan sektor keuangan di Indonesia terlihat denganadanya liquidasi terhadap 16 bank swasta oleh Bank Indonesia pada tahun 1998. Masyarakat banyak yang menarik uang dari tabungannya dan membuat masalah likuiditas pada bank-bank tersebut. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, pemerintah memberikan bantuan likuiditas kepada bank-bank yang mengalami masalah dan program garansi kepada deposito masyarakat.
- Bangkitnya perbankan Indonesia perkembangan industri perbankan Indonesia setelah krisisekonomi tidak dapat dipisahkan dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Lembaga ini didirikan pada tahun 1998 untuk mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat pada industri ini, merestrukturisasi, menjualaset dan memulihkan kembali dana bantuan pemerintah yang telah disuntikkan untuk mencegah keterpurukan industri perbankan serta menutup defisit anggaran negaradan mempersiapkan transisi industri perbankan sebelum BPPN dibubarkan. BPPN telah berhasil mendivestasikan ataupun memprivatisasikan semua bank-bank pemerintah besar yang selama ini dikenal sebagai fondasi industri perbankan Indonesia.
- Perkembangan Perbankan di Indonesia Dalam dunia Perbankan di Indonesia dalam kurun waktu belakangan ini mengalami berbagai macam perubahan. Dalam pembahasan ini Kita bahas 4 macam periode yang pernah terjadi di Indonesia :
1. Dari tahun 1988-1996
2. Dari tahun 1997-1998
3. Dari tahun 1999-2002
4. sampai sekarang.
- 1. Periode 1988 – 1996 dikeluarkannya paket deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto88), antara lain berupa relaksasi ketentuan permodalan untuk pendirian bank baru telah menyebabkan munculnya sejumlah bank umum berskala kecil dan menengah. Pada akhirnya, jumlah bank umum di Indonesia membengkak dari 111 bank pada Oktober 1988 menjadi 240 bank padatahun 1994‐1995, sementara jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) meningkat drastis dari 8.041 pada tahun 1988 menjadi 9.310 BPR pada tahun 1996
- 2. Periode 1997 – 1998 Pertumbuhan pesat yang terjadi pada periode 1988 – 1996 berbalik arah ketika memasuki periode 1997 – 1998 karena terbentur pada krisis keuangan dan perbankan. Bank Indonesia, Pemerintah, dan juga lembaga‐lembaga internasional berupaya keras menanggulangi krisistersebut, antara lain dengan melaksanakan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih dari Rp 400 triliunterhadap 27 bank dan melakukan pengambilalihan kepemilikan terhadap 7 bank lainnya.
- Secara spesifik langkah‐langkah yang dilakukan untuk menanggulangi krisis keuangan dan perbankan tersebut adalah: Penyediaan likuiditas kepada perbankan yang dikenal dengan Mengidentifikasi dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merekapitalisasi bank‐bank yang masih memiliki potensi untuk melanjutkan kegiatan usahanya dan bank‐bank yang memiliki dampak yang signifikan terhadap Menutup bank‐bank yang bermasalah dan kebijakannya melakukan . Mendirikan konsolidasi perbankan dengan melakukan marger lembaga khusus untuk menangani masalah yang ada di industri perbankan seperti Badan Penyehatan . Memperkuat Perbankan Nasional (BPPN) kewenangan Bank Indonesia dalam pengawasan perbankan melalui penetapan Undang‐Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang menjamin independensi Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan.
- 3. Periode 1999 – 2002Krisis perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997–1998memaksa pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukanpembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisa sisistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Langkah Memperkuat kerangka .penting yang dilakukan sehubungan dengan itu adalah: pengaturan dengan menyusun rencana implementasi yang jelas untuk memenuhi 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision yang menjadi standard . Meningkatkan internasional bagi pengawasan bank infrastruktur sistem pembayaran dengan mengembangkan Real . Menerapkan bank guarantee scheme untuk Time Gross Settlements (RTGS) melindungi simpanan . Merekstrukturisasi kredit masyarakat di bank macet, baik yang dilakukan oleh BPPN, Prakarsa Jakarta maupun Indonesian Debt Restrukturing Melaksanakan program Agency (INDRA) privatisasi dan divestasi untuk bankbank BUMN dan bank‐bank yang Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru.