HUKUM DAN DAMPAK NEGATI RIBA
Syariat Islam bersifat universal, mencakup segala urusan, baik yang berkaitan dengan urusan ibadah ataupun muamalah, sehingga syariat islam benar-benar seperti yang Allah firmankan:
“pada hari ini, telah aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Aku cukupkan atas kalian kenikmatan-Ku, dan Aku ridha Islam menjadi agama kalian.(QS.Al-Maa’idah:3).
Berbagai upaya dan lembaga didirikan guna mendorong penerapan syariat yang maha adil, Ini semua merupakan semakin tumbuhnya kesadaran umat Islam tentang bahaya riba.
Kita akan berusaha mengenal lebih dekat tentang Riba yang sering kita dengar istilahnya. Dengan memahami hal tersebut, diharapkan kita dapat memahami hakikat syariat mengenai riba .
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dampak negatif riba itu ?
2. Apa saja dalil-dalil dari keharaman riba ?
B. Tujuan
1. Supaya mengetahui dampak negatif dari riba.
2. Supaya mengetahui dalil-dalil yang bersangkutan dengan keharaman riba.
PEMBAHASAN
A. Dampak Negatif Riba
1. Dampak Ekonomi
Dampak ekonomi riba adalah inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal ini disebabkan oleh salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga.
Utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas utang tersebut dibungakan.
2. Dampak Sosial Kemasyarakatan
Riba merupakan merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha
3. Dampak Negatif Bagi Individu
Riba memberikan dampak negatif bagi akhlak dan jiwa pelakunya. Jika diperhatikan, maka kita akan menemukan bahwa mereka yang berinteraksi dengan riba adalah individu yang secara alami memiliki sifat kikir, dada yang sempit, berhati keras, menyembah harta, tamak akan kemewahan dunia dan sifat-sifat hina lainnya.
Riba merupakan akhlaq dan perbuatan musuh Allah, Yahudi. Allah ta’ala berfirman:
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Artinya :
“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An Nisaa’: 161)
Riba merupakan akhlak kaum jahiliyah. Barang siapa yang melakukannya, maka sungguh dia telah menyamakan dirinya dengan mereka.
· Pelaku (baca: pemakan) riba akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan seperti orang gila. Seperti dalam firman Allah swt (QS. Al-Baqarah: 275)
Memakan riba menunjukkan kelemahan dan lenyapnya takwa dalam diri pelakunya. Hal ini menyebabkan kerugian di dunia dan akhirat.
Memakan riba menyebabkan pelakunya mendapat laknat dan dijauhkan dari rahmat Allah. Rasulullah pun melaknat pemakan riba, yang memberi riba, juru tulisnya dan kedua saksinya, beliau berkata, “Mereka semua sama saja.” (HR. Muslim: 2995)
Setelah meninggal, pemakan riba akan di adzab dengan berenang di sungai darah sembari mulutnya dilempari dengan bebatuan sehingga dirinya tidak mampu untuk keluar dari sungai tersebut, sebagaimana yang ditunjukkan dalah hadits Samurah radliallahu ‘anhu (HR. Bukhari 3/11 nomor 2085)
Memakan riba merupakan salah satu perbuatan yang dapat menghantarkan kepada kebinasaan. (dalam HR. Bukhari nomor 2615, Muslim nomor 89)
B. Hukum Riba
Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa muamalah dengan cara riba ini hukumnya haram. Keharaman riba ini dapat dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah saw di dalam al-Qur’an, menurut al-Maragi, mufasir dari Mesir, proses keharaman riba disyariatkan Allah secara bertahap, yaitu :
a. Tahap pertama , Allah menunjukan bahwa riba itu bersifat negatif , pernyataan ini Allah sampaikan dengan surat al-Rum, 30:39 yang berbunyi :
Artinya :
Dan suatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
Ayat ini termasuk ayat makiyah, Para ulama tafsir sepakat menyatakan bahwa ayat ini tidak berbicara tentang riba yang diharamkan. Al-Qurtubi, mufasir, enyatakan bahwa Ibn Abbas mengartikan riba dalam ayat ini dengan “hadiah” yang dilakukan orang-orang yang mengharapkan imbalan berlebih. Menurutnya, riba dalam ayat ini adalah riba mubah.
b. Tahap kedua, Allah telah memberi isyarat keharaman riba melalui kecaman terhadap praktik riba dikalangan masyarakat Yahudi. Hal ini disampaikan-Nya dalam surat al-Nisa’,4:161 yang berbunyi :
Artinya :
Dan disebabkan mereka makan riba, padahal sesungguhnya mereka telah melarang daripadanya, dn karena mereka memakan harta orang lai dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
c. Tahap ketiga, Allah mengharamkan salah satu bentuk riba, yaitu yang bersifat berlipat ganda dengan larangan yang tegas. Hal ini disampaikan oleh Allah dalam surat Ali Imran, 3:130 yang berbunyi :
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda .
d. Tahadap terakhir, Allah mengharamkan riba secara total dengan segala bentuknya. Hal ini disampaikan melalui firman-Nya dalam surat al-Baqarah, 2:275,276, dan 278. Dalam ayat 275 Allah menyatakan bahwa jual beli sangat berbeda dengan riba, dalam ayat 276 Allah menyatakan memusnakan riba, dan dalam ayat 277 Allah memerintahkan untuk meninggalkan segala bentuk riba yang masih ada.
QS Al-Baqarah :275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, bertawakalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut). Jika kamu orang-orang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan ( meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba ), maka bagimu pokok hartamu, kami tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. (Q.S. Al-Baqarah :275)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ . فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 278-279).
· As-Sunah
Alasan keharaman riba dalam sunnah Rasulullah saw diantaranya adalah sabda Rasulullah saw. dari Abu Hurairah yang diriwayatka Muslim tentang tujuh dosa besar, diantaranya adalah memakan riba dalam riwayat Abdullah ibn Mas’ud dikatakan:
Rasulullah saw. melaknat para pemakan riba, yang memberi makan dengan cara riba, para saksi dalam masalah riba, dan para penulisnya. (HR Abu Daud, dan hadis yang sama juga diriwayatlan Muslim dari jabir ibn ‘Abdillah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Para sahabat bertanya, “Apa sajakah perkara tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Syirik, sihir, membunuh jiwa yan diharamkan Allah kecuali dengan cara yang hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan pertempuran dan menuduh wanita mukminah berzina.” (HR. Bukhari nomor 2615, Muslim nomor 89)
PENUTUP
Beberapa kesimpulan dan saran yang diambil berdasarkan pembahasan di atas adalah :
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan yaitu, Allah Maha segala-galanya, maka Allah suci dari sifat Riba. Allah tidak mempunyai sifat Riba, karena itu hanya dimiliki oleh manusia ciptaan-Nya.
B. Saran
Kita sebagai umat Islam berhak untuk mempelajari tentang Riba , karena Riba adalah salah satu sifat yang ada pada diri manusia. Dan kami sebagai penulis mohon maaf apabila didalam pembahasan kelompok kami terdapat kekurangan
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Rachmat Syafe’i, MA. Fiqih Muamalah, Jawa Barat : Cv. Pusat Setia 2000
Dr. H. Nasrun Haroen, MA. Fiqih Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama